
Aku terdiam menatap sebuah kamar kosong di rumah sakit di kota tempatku dilahirkan. Ruangan itu kosong, kotor, dan hanya ada satu tempat tidur rusak yang ada di kamar itu. Kamar bernomor 01 itu adalah satu-satunya kamar yang tak pernah ditempati pasien lagi dan dibiarkan kosong tak berpenghuni. Tak ada yang tahu alasan pastinya namun konon dari desas-desus yang beredar di masyarakat sekitar, kamar itu dihuni oleh makhluk tak kasatmata.
Aku memberanikan diri memasuki kamar itu. Perlahan ku langkahkan kaki mendekati ranjang rusak dan ada beberapa bercak darah di lantai dan di kasur yang sudah rusak. Bau amis darah juga sangat menusuk hidung. Anehnya tak ada sosok apapun yang muncul. bandarq online
“Risa, ngapain lo di kamar ini? Ini bukan kamar Om Ridho. Om Ridho kamarnya paling ujung, kamar 08.” Sean, sepupuku yang katanya paling ganteng muncul di depan pintu kamar dan berteriak nyaring .
“Oh iya, cuma nyasar dan penasaran kok.” Jawabku asal-asalan.
“Kamar ini serem tau. Ada hantunya. Ayo keluar dulu, gue takut Sa.”
“Iya Sean. Gue keluar nih.” Ucapku sambil melangkahkan kaki keluar dari kamar ini. Sean langsung melangkahkan kaki dengan cepat sambil menarik tanganku. Aku tahu dia mulai ketakutan.'
Sesampainya di depan kamar Om Ridho, Sean langsung mengomeliku.
“Lo tahu itu tadi kamar terlarang. Kamar yang selalu dikosongkan di rumah sakit ini.”
“Emangnya di kamar itu ada apanya sehingga disebut kamar terlarang?”
“Konon dulu saatkita dijajah Belanda, ada seorang perawat yang bekerja di rumah sakit ini. namanya suster Maria. Dia berpacaran dengan salah satu tentara Belanda dan hamil. Lalu kekasihnya itu malah selingkuh dengan wanita lain dan meninggalkannya.”
“Lalu apa yang terjadi dengan suster Maria?”
“Dia stress, melampiaskan semua rasa stressnya dengan bekerja siang dan malam tanpa henti di rumah sakit ini. Akhirnya suster Maria keguguran dan koma lalu meninggal di kamar 01 itu. Menurut cerita masyarakat yang berkembang, rohnya tak tenang dan ingin menuntut balas pada orang-orang yang dulu menghinanya karena dia hamil tanpa adanya suami.” Sean menjelaskan panjang lebar sambil matanya sesekali melirik ke kanan dan ke kiri karena takut suster Maria akan muncul dan menakuti kami.
Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan Sean. Setelah menjelaskan panjang lebar, Sean mengajakku masuk untuk menjenguk Om Ridho yang sedang sakit di kamarnya. Kami disambut dengan ramah oleh keluarga Om Ridho. Om Ridho adalah teman ayahku di kantor. Kamar yang ditempati Om Ridho terasa janggal dan aneh. Aku melihat satu sosok perempuan yang rambutnya panjang sampai ke lantai tapi dalam keadaan telanjang bulat yang sedang berdiri di pojok kamar. Wajahnya tertunduk saat aku menatapnya dengan tatapan tajam.
“Nama kamu siapa?”
“Eneng.”
“Kamu kenapa ada di ruangan ini?” Aku mulai mencari tahu alasan keberadaannya.
“Aku sudah lama menjadi penunggu tempat ini. Tempat ini adalah tempatku meregang nyawa.”
“Kamu meninggal karena apa? Kenapa kamu telanjang bulat begitu?”
Kuntilanak itu mulai terisak dan menangis. Jika makhluk tak kasatmata menangis maka tak akan ada airmata yang keluar dari matanya. Setelah menangis beberapa saat, akhirnya si kuntil mau bercerita lagi.
“Aku diculik segerombolan tentara Belanda, ditelanjangi dan diperkosa bergantian lalu dibunuh dengan ditusuk pisau secara kejam. Aku tidak kenal dengan mereka tapi mereka berlaku sadis seperti itu padaku.” Eneng menjelaskan sambil sesekali terisak.
“Jadi kau ingin membalas dendam kepada para pembunuhmu itu?”
“Iya, aku dendam. Aku ingin mereka merasakan apa yang kuraasakan. Kesakitan, kepedihan dan kedinginan sudah menjadi makananku sehari-hari.”
“Kamu salah tempat Neng. Bukan di kamar ini. Para pembunuhmu itu tak akan pernah kemari. Kaulah yang harus mencari mereka.”
“Dimana aku bisa menemukan mereka?”
“Pemakaman orang Belanda di ujung kota. Datanglah ke sana dan tunggulah di sana maka mereka akan muncul.” Jawabku dengan yakin. Si Eneng yang merupakan kuntilanak itu langsung menghilang setelah mendengar perkataanku. Setidaknya dia tak akan kembali ke sini.
“Sa, kok dari tadi diam aja? Biasanya kamu cerewet, ngomong terus ini kok diam aja?” Om Ridho menegurku.
“Maaf Om, Risa agak mengantuk jadinya agak pendiam.” Jawabku secara asal-asalan.
“Sean juga ngantuk om, sudah malam.” Sean menimpali. Memang dari wajahnya saja sudah ketahuan kalau Sean sangat mengantuk.
“Ya sudah. Kalian pulangnya hati-hati ya. Jangan ngebut.” Ucap Om Ridho. Kami pun berpamitan untuk pulang. “Ya sudah. Kalian pulangnya hati-hati ya. Jangan ngebut.” Ucap Om Ridho. Kami pun berpamitan untuk pulang.
Sean menyetir mobil dengan santai. Namun tiba-tiba di perempatan jalan, Sean menghentikan mobilnya.
“Sekarang lo jujur deh sama gue. Tadi pas di kamar rawat inapnya Om Ridho, lo lihat apa?” Sean bertanya dengan penasaran padaku.
“Gue lihat kuntilanak bugil dengan rambut panjang sampai ke lantai.”
“Oh My God, stop jangan cerita lagi. Menyeramkan.” Sean kembali menyetir mobilnya. Dia terlihat sedikit takut.
“Makanya kalau takut, nggak usah nanya gue lihat apa. Nanti kalau gue lihat genderuwo, gue ceritain detail deh.” Aku mulai menggodanya. Sean bergidik ngeri.
“No. itu lebih serem. Ada taringnya dan berbulu. Jelek.” Ucap Sean sambil mengusap tangan kanannya. Dia terlihat takut. Aku tertawa puas karena berhasil menggodanya.
Sesampainya di rumah aku langsung menjatuhkan diri ke kasur empuk di kamar. Tubuhku sangat lelah namun entah kenapa aku masih sangat penasaran dengan sosok Suster Maria. Aku berharap bisa menemuinya nanti.
Beberapa hari berlalu dengan damai. Tak ada penampakan atau makhluk gaib yang menggangguku. Hari ini Om Ridho diperbolehkan keluar dari rumah sakit setelah sepuluh hari rawat inap. Ayah memintaku untuk menjemput Om Ridho dengan mobilnya. Aku menyanggupinya. Aku menyetir sendirian selepas isya karena Sean sedang ada di luar kota.
Ketika tiba di parkiran mobil, sebuah suara lembut berbisik di telinga kananku.
“Hati-hati, dia akan muncul. Dia ingin menemuimu. Kau harus waspada karena dia hantu yang jahat.” Aku hanya mengangguk mengiyakan. Ini bukan pertama kalinya aku dibisiki oleh suara namun sudah kerap terjadi. Suara ini seolah memperingatkan akan suatu bahaya yang akan menimpa diriku.
Aku terus berjalan menuju kamar Om Ridho melewati lorong rumah sakit yang cukup gelap dan sepi. Ketika aku melewati kamar 01, rasa penasaran mulai datang dan tanpa basa-sabi aku langsung masuk ke kamar itu. di dalam kamar itu, ada satu sosok berbaju putih seperti perawat memakai baju putih yang usang dan kotor sedang dalam posisi duduk membelakangiku yang berdiri di depan pintu.
Tiba-tiba pintu tertutup dengan sendirinya. Aku sempat kaget namun berusaha tetap tenang.
“Kamu Suster Maria kan?” tanyaku dengan berani sambil melangkahkan kaki mendekatinya. Wanita itu tak bergeming sedikitpun.
“Betul, aku Maria.” Jawabnya sambil berbalik menatapku. Aku tegang saat melihatnya berbalik. Antara rasa iba dan takut bercampur di hatiku ketika melihat wajah hancur, bola mata hampir keluar dan tubuh bagian bawahnya yang terus mengeluarkan darah.
“Kenapa kamu masih disini?”
“Aku ingin membalas dendam kepada orang yang telah membuatku menjadi seperti ini. aku harus membuat perhitungan dengan mereka. Mereka harus merasakan rasa sakit yang aku rasakan selama ini!”
“Lalu kenapa kamu suka mengganggu pasien atau dokter yang ada di rumah sakit ini?”
“Mereka pantas diganggu. Mereka pantas menerima semuanya.”
“Tapi mereka tak bersalah?” Sanggahku sambil menatapnya. Maria balas menatapku dengan marah. Maria terlihat kesal.
“Kamu, anak kecil tak tahu apa-apa! Kamu tak tahu rasanya menderita ratusan tahun seperti aku!”
“Kalau kamu ingin balas dendam, jangan mengganggu orang lain. Cukup pembunuhmu itu saja yang kau cari. Jangan kamu lampiaskan dendam itu pada orang lain.”
“Sudah kubilang kamu itu tak tahu apa-apa!!! Jangan ikut campur dengan hidupku!!!” Maria bertambah marah. Kedua bola matanya benar-benar mau keluar dan itu terasa sangat menakutkan bagiku. Aku mundur beberapa langkah karena Maria seperti ingin memberi pelajaran dengan terus mendekat sambil berusaha mencekikku.
“Maria, tenanglah. Aku hanya ingin membantumu.” Aku berusaha kembali berbicara dengannya namun dia tak mendengarkan dan tetap berusaha menyerangku.
Maria semakin marah dan berusaha mendekat sambil mengulurkan kedua tangannya seolah ingin mencekik leherku. Namun dari arah berlawanan, muncul sesosok harimau putih yang menggeram marah.
“Risa, pergilah. Jangan pernah kembali ke kamar ini lagi. Aku akan mengurus suster iblis ini.” ucapnya sambil memandangku lalu langsung menyerang Maria yang semakin marah.
Aku bergegas pergi meninggalkan mereka dengan berlari sekencang yang kubisa. Aku langsung menuju kamar Om Ridho untuk mengantarnya pulang. Aku tak mengatakan apapun atas apa yang telah terjadi malam ini. Aku serasa kapok masuk kamar kosong itu dan berharap tak pernah bertemu dengan suster Maria yang menyeramkan. JaguarQQ
Beberapa hari setelah kejadian itu, terkadang ada beberapa sosok harimau putih yang mendatangiku untuk sekedar menyapa atau berinteraksi. Pada dasarnya mereka baik dan tak mengganggu siapapun.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar