3 Jun 2020

Jangan Ganggu Anak Saya!

JaguarQQ

Siapa bilang lembur hanya milik mereka yang bekerjakantoran? Saya yang menjadi ibu rumah tangga saja harus lembur, bahkan hampir setiap hari. Beginilah tugas seorang ibu dengan usia anak yang belum mencapai 1 tahun. Hampir setiap malam saya terbangun ketika tangisan Shaka, jagoan kecil yang berusia 4 bulan, menangis. Sekarang sih, sudah jauh lebih rendah intensitasnya. Waktu Shaka baru lahir, setiap malam saya harus terjaga. Tetapi meskipun terdengar melelahkan, saya tetap senang menjalani peran sebagai ibu yang baru saja tersemat pada diri selama satu caturwulan ini.

Adi, suami saya, biasanya akan ikut terjaga. Ia memang suami yang baik dan rela mengalahkan rasa lelahnya demi menjalankan perannya sebagai kepala keluarga. Sayangnya, tidak dengan malam ini. Karena urusan pekerjaan, ia harus terbang ke Surabaya selama 3 hari. bandarq online 
Shaka, malam ini jangan rewel, ya. Papa lagi di luar kota soalnya. Tidur nyenyak, ya," ujarku sambil membelai lembut kepala Shaka yang sudah terlelap di dalam boks bayi berwarna biru.  
Jam menunjukkan pukul 20.00. Shaka tidur lebih cepat dari biasanya. Mungkin ia lelah karena hari ini ikut pergi bertemu dengan teman-teman kantor saya. Ah, kadang merasa iri juga dengan mereka yang masih bekerja. Bukan, saya tidak mengeluh menjadi ibu. Tapi pasti pernah terbesit rasa rindu melajang di benak setiap perempuan yang sudah menikah. Ya, kan? 

Karena belum mengantuk, saya memutuskan menghubungi suami tercinta. Sedang apa ya, dia di sana?
"Hallo. Sebentar sayang, aku cari tempat sepi dulu."
Suara Adi terdengar di ujung telepon. Dari latar suara, sepertinya ia masih berkegiatan di luar. Memang sih, dia sudah bilang kalau akan sangat sibuk di perjalanan bisnisnya kali ini. Tapi saya tidak menyangka bahwa ia masih harus berkutat dengan pekerjaan di jam segini. Suara di telepon mulai sunyi. Mungkin Adi sudah berada di tempat yang lebih sepi sekarang.
"Yang, kamu lagi di mana, sih?" saya bertanya sambil menyalakan televisi yang menayangkan film horor Conjuring.
"Aku masih makan sama client di chinese restaurant dekat hotel. Enak, deh. Kamu pasti suka bubur seafood-nya. Kalau ke Surabaya, aku ajak kamu ke sini,"  Adi bercerita dengan penuh semangat.

Begitulah Adi. Saya tahu dia lelah, tapi dia juga tahu kalau saya lelah mengurus Shaka sendirian. Ia berusaha menghapus lelah saya dengan caranya bercerita. Ya Allah, terima kasih telah mengirimnya untuk saya. 
Batin saya bersyukur sambil terus mendengarkannya bercerita. Sesekali saya juga bercerita tentang hari ini, termasuk film yang tengah terputar di layar kaca. Ah, lama-lama takut juga menonton film horor begini.

Sudah sekitar setengah jam kami bertukar cerita melalui telepon. Adi pun harus segera kembali ke perjamuan client
Jam menunjukkan pukul 20.45. Tumben, jam segini saya sudah mulai mengantuk. Saya matikan televisi dan lampu di ruang tengah, memeriksa pagar dan menggemboknya, serta mengunci pintu. Baru saja saya membalikkan badan, membelakangi pintu, ada suara ketukan terdengar. Saya menoleh, kemudian mengintip dari balik gorden. 
Tidak ada apa-apa. Ah, mungkin hanya perasaan

Saya kembali melangkah, namun suara kembali terdengar ketika saya baru bergerak sekitar 3 langkah. Kali ini lebih terdengar seperti ada seseorang melempar batu kecil ke pintu rumah. Saya kesal sekali mendengarnya dan langsung berjalan membuka pintu. Lagi-lagi saya hanya bertemu hampa. Tetapi ada bau anyir yang menyeruak masuk ke dalam, seperti aroma bangkai tikus. Saya langsung menutup pintu dan menguncinya kembali. Tidak ada suara lagi hingga saya masuk ke dalam kamar.

Shaka tetap tertidur pulas dengan dengkuran sangat halus. Hihi, masih kecil saja sudah mendengkur. 
Kamu tuh, mirip banget sama Papa. Dia kalau tidur juga mendengkur seperti ini
Hatiku berbicara, kemudian saya mendekatkan kepala ke Shaka untuk mengecupnya. Kebetulan Shaka masih saya tempatkan di dalam kamar sehingga mudah jika ia menangis. Langkah kaki kemudian menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar untuk buang air kecil, cuci tangan dan kaki serta menggosok gigi. Sesaat sebelum keluar kamar mandi, saya seperti mendengar pintu kamar terbuka perlahan. Saya mengintip, namun tidak mendapati siapa-siapa. Hanya pintu kamar yang sedikit terbuka. Dahi saya mengernyit. Ah, saya mungkin hanya lupa menutupnya sehingga pintu terkena angin dari luar. Segera saya selesaikan urusan di kamar mandi dan bergegas kembali ke kamar.

Setelah mematikan lampu utama, saya segera menghenyakkan tubuh di kasur. Enaknya merebahkan badan seperti ini! Tidak butuh waktu lama untuk saya terlelap, apalagi di kondisi kamar yang remang. Kalau kata Adi, saya ini pelor nempel  sedikit  molor  alias tidur. Hahaha. Saya ingat waktu menunjukkan jam sembilan lewat sedikit. Mudah-mudahan saya tidak terbangun tengah malam, begitu juga dengan Shaka.
Dugaan salah. Saya justru terjaga di pukul 01.00 dini hari. Aduh, saya benci bangun tengah malam seperti ini, apalagi sedang sendirian tanpa Adi. Tenggorokan saya terasa kering sekali sehingga saya memutuskan untuk mengambil minum ke dispenser  yang terletak di ruang makan.

Gelas terisi setengah, kemudian saya meneguknya. Kembali saya mengisi gelas hingga penuh untuk dibawa ke kamar. Antisipasi kalau nanti saya haus lagi. Sebelum gelas terisi penuh, saya mendengar suara Shaka. Tidak, dia tidak menangis seperti biasanya melainkan tertawa. Awalnya saya tersenyum, namun tiba-tiba merasa ada yang aneh. 
Kenapa dia tertawa? Apa yang membuatnya tertawa?
 Saya heran, karena biasanya dia akan menangis jika terbangun malam hari. Begitu gelas sudah terisi air hingga penuh, saya langsung berjalan menuju kamar. Shaka masih tertawa sesekali seperti ada yang sedang mengajaknya bermain. Saya menghampirinya dan memastikan, apakah ia benar-benar tertawa atau justru hanya mengigau.
Shaka, ketawa sama siapa, sih? Geli banget ketawanya,"
 Saya mengajak Shaka berbicara sambil membelai kepalanya.
Ia melirik ke arah saya sebentar, namun mengalihkan pandangannya ke sisi depan boks seperti ada seseorang di sana. Saya memperhatikannya, namun tidak ada apa-apa yang bisa mengundang tawa. Alis mengernyit tanda kebingungan, kemudian saya kembali melihat Shaka sembari tersenyum Saran batin saya pada diri sendiri.
Shaka saya gendong dalam posisi telentang. Ia malah berusaha mengintip ke belakang sambil terus tertawa. Saya merasa tidak enak, kemudian menggendongnya dengan kepala yang saya senderkan di pangkal leher. Lagi, ia berusaha mengintip ke belakang dari bahu saya. Perasaan menjadi tidak karuan. Seketika saya merasa ada seseorang yang membuntuti langkah. Seperti seseorang yang terus bermain dengan Shaka sambil mengikuti arah langkah saya. Shalawat Nabi saya kumandangkan perlahan dengan rasa takut yang perlahan merasuk.


Hingga saya melintas di cermin yang terletak di ruang tamu. Sekilas saya melihat bayangan yang mengikuti namun menyadarinya setelah melalui cermin tersebut. Seperti seorang perempuan yang lebih tinggi dari saya, berambut lebat dan panjang berantakan. Saya terdiam sementara Shaka masih saja tertawa. Saya menoleh ke belakang dan tidak menemukan siapa-siapa. Tawa Shaka perlahan menghilang dan saya memutuskan kembali ke kamar, berusaha menidurkannya kembali.

Shaka kembali saya letakkan di boksnya dalam keadaan masih terjaga. Jemari saya membelai alisnya agar ia mengantuk. Ia tak kunjung memejamkan mata, justru bola matanya bergerak seperti sedang mencar sesuatu. Tiba-tiba saja ia seperti kaget melihat ke belakang saya dan menangis kencang sekali. Saya langsung menoleh ke belakang dan sekilas melihat bayangan seseorang di dinding kamar, seperti terkena pantulan lampu meja yang menyala. Saya segera bangkit untuk menyalakan lampu utama kamar.

Lampu menyala namun saya mendengar suara perempuan bersenandung perlahan. Saat ini saya sudah tidak takut dan segera menoleh. Kosong. Tidak ada siapa-siapa selain Shaka yang masih menangis semakin kencang. Suara senandung tadi juga sudah tidak terdengar. Saya segera menghampiri Shaka dan menggendongnya. Tidak lama Shaka sudah lebih tenang dan terlihat mengantuk. Setelah ia tertidur, saya kembali meletakkannya di boks bayi.

Haus sekali rasanya namun ketika saya ingin meneguk air, gelas dalam keadaan kosong. Padahal saya ingat betul sudah mengisinya sebelum tidur. Tanpa berpikir panjang dan menghiraukan kebingungan, saya membawa gelas dan berjalan menuju dispenser. Saya berjalan cepat karena enggan meninggalkan Shaka sendiri terlalu lama.

Baru saja air mengalir ke dalam gelas, Shaka menangis sangat kencang. Gelas terjatuh dan pecah. Saya langsung berlari ke dalam kamar.
JANGAN GANGGU ANAK SAYA!
Teriak saya sambil membuka pintu secara tiba-tiba. Alangkah kagetnya saya melihat perempuan berbaju putih lusuh, berambut berantakan dan terurai panjang sedang menggendong Shaka. Ia menatap saya dengan senyum menyeringai seram. Wajahnya hancur, matanya melotot, bibirnya tersenyum lebar mengerikan. Saya terperangah tanpa bisa berkedip. Perempuan itu kemudian tertawa. Tertawa keras seperti kuntilanak. Tawanya melengking yang membuat Shaka menangis semakin kencang.
Saya menunduk takut sambil membaca istighfar berkali-kali, memohon agar Allah melindungi Shaka, anak semata wayang saya. Tangis tidak bisa dibendung karena rasa khawatir yang sangat besar pada Shaka. Tawa perempuan tadi berhenti. Shaka masih menangis meski tidak sehisteris sebelumnya. Perlahan saya membuka mata, mencoba mengarahkan pandangan saya pada boks Shaka. Perempuan tadi tidak ada.
"Shaka, kamu nggak apa-apa, kan?"
Saya berjalan setengah berlari menuju Shaka. Langsung saya dekap sambil menangis. Kali ini saya tidak ingin meninggalkannya lagi sendiri. Saya ke tempat tidur sambil tetap menggendong Shaka.

Laa ilaaha illallah... Laa ilaaha illallah...Laa ilaaha illallah...
Tidak henti saya mengucapkan kalimat  Laa ilaaha illallah  di telinga Shaka sambil masih menangis dan berusaha menenangkan diri. Saya berharap ini hanya mimpi buruk dan segera terbangun. Jika ini bukan mimpi, jangan sampai mahluk tadi datang kembali. Saya tidak tahan. Sayangnya, ia hanya memberi ketenangan sejenak sebelum akhirnya menunjukkan kembali keberadaannya.

Laa ilaaha illallah .... Laa ilaaha illallah 
Laa ilaaha illallah .... Laa ilaaha illallah 

Suara itu terus menggema keras sekali di kamar saya dan menciptakan ketakutan yang luar biasa. Suara itu melafalkan dengan cepat dan mengerikan. Saya tidak kuasa menahan tangis dan rasa takut. Saya dekap Shaka karena takut kehilangannya sambil memejamkan mata. Saya tersedu seperti ingin mengadu. Dalam hati, saya terus berdoa. Rasa berani muncul secara tiba-tiba. Saya tarik napas panjang.  JaguarQQ 
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Saya membuka mata dan melihat ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa. Suara tadi berhenti seketika. Rasanya sudah jauh lebih tenang. Shaka tidak lagi menangis meski masih terjaga. Saya merasa lebih tenang. Tidak lama saya mendengar suara orang mengaji dari masjid dekat rumah. Artinya, saat ini sudah menjelang Subuh. Saya merebahkan tubuh sambil terus membaca semua surat pendek yang saya tahu di telinga Shaka. Sambil membelainya, Shaka saya rebahkan di atas kasur. Ia akhirnya tertidur, begitu pula dengan saya.

Pukul 05.30 saya terbangun untuk menjalankan shalat Subuh. Tidak ada gangguan lagi hingga matahari menyapa. Tanpa kembali tidur, saya langsung mengemas barang-barang. Ya, saya akan ke rumah orang tua dan tinggal di sana hingga Adi kembali dari tugas luar kota. Entah apa yang menyebabkan mahluk halus itu mengganggu tadi malam. 

Saya bercerita pada orang tua saya dan ia mengatakan jika ada ketukan di pintu satu kali saat malam hari, sebaiknya tidak usah dibuka. Kemungkinan, ada mahluk halus yang sedang berusaha masuk dan mengganggu. Mahluk itu tidak akan masuk jika pemilik rumah tidak membukakan pintu. Entah itu hanya mitos atau bukan, yang jelas saya tidak akan membuka pintu jika hal tersebut kembali terjadi.


JaguarQQ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar