12 Jul 2020

Jam Tiga pagi



Tidak semua orang bisa melihat hantu. Karena untuk bisa melihat makhluk tak kasat mata, kau harus benar-benar punya indra yang sensitif akan kehadirannya. 
Aku, adalah salah satu dari orang yang tak pernah melihat hantu secara nyata. Hanya saja aku bisa merasakan kehadirannya. Termasuk mendengar suara mereka.
Aku tinggal di ujung sebuah gang sempit yang cukup sepi. Hanya ada tiga rumah di sini. Rumahku bersebelahan dengan rumah tetangga yang pekerjaan suaminya adalah tukang ojek terminal. Namanya Bang Jamal. Sementara satu rumah lagi dalam posisi yang berseberangan.   bandarq online 
Setiap jam 3 pagi, aku mendengar suara Bang Jamal pulang mengojek. Sedikit merasa terganggu karena suara motornya cukup nyaring. Seringkali itu membuat bayi kami terbangun dan menangis. Hingga kadang aku mengomel kesal karena lelah.
Seminggu lebih yang lalu Bang Jamal mengalami kecelakaan parah. Motornya bertabrakan dengan motor lain dan meninggal di tempat kejadian. 
Tapi, suara motor tiap jam 3 pagi tidak pernah berhenti walau setelah kematiannya.
Aku masih mendengar suara motor setiap jam 3 pagi. Bedanya, bayi kami tidak lagi merasa terganggu. Bahkan suamiku bilang ia tidak pernah mendengar suara motor datang. Dia bilang, itu hanya halusinasi karena aku terbiasa mendengar suara motor itu.

Malam ini, suamiku pulang ke rumah orangtuanya karena ada beberapa masalah yang harus dibicarakan oleh keluarga mereka. Aku tidur berdua saja dengan bayiku. Sedikit merasa takut karena membayangkan suara motor yang akan kudengar menjelang pagi ini. Karena biasanya aku bisa memeluk suamiku erat saat suara motor itu datang, tapi malam ini dia tidak ada.
Saat menjelang tidur, aku membaca doa berkali-kali. Berharap malam ini aku tertidur nyenyak sampai pagi. 
Entah kenapa suasana malam ini terasa berbeda. Mungkin itu juga dirasakan bayiku hingga dia selalu terbangun dan menangis setiap saat. 
Kuhidupkan tv dan berkali-kali menelepon suamiku. Mendengar suaranya, ketakutanku sedikit mereda. Tapi sayangnya, menjelang larut malam, suamiku tak lagi mengangkat telepon. Dia sudah tidur, aku tahu. 
Untunglah setelah beberapa saat mengayun dalam gendongan, bayi kami tertidur. Pelan, aku menaruhnya di atas ranjang, lalu berbaring di sampingnya.
Rasa lelah, membuat mataku akhirnya terpejam juga.
Aku terjaga. 
Terdengar suara motor mendekat!
Dengan dada berdebar, aku menekan kepala ke bantal. Mencoba bertahan tidak membuka mata. Pura-pura masih tertidur, entah untuk menipu siapa.
Dengung mesin motor berhenti tepat di depan jendela kamar. Tempat biasa Bang Jamal memarkirkan motor karena rumah kami memang bersebelahan. Biasanya, semasa dia masih hidup, aku akan mendengarnya memanggil nama sang istri sambil mengetuk jendela rumah mereka.


Tapi kali ini, jendela kamarku yang diketuk.
Tok, tok, tok.
Ketukan perlahan tapi sangat jelas.
Dadaku berdentum-dentum oleh debar jantung yang teramat kuat. Tanpa sadar aku meremas seprai. Takut bergerak karena jendela kamar tepat berada di belakang punggungku.
Tok, tok, tok!
Kudengar suara ketukan lagi. 
Aku menahan napas. Dalam hati terus memanjatkan doa, mengulang sampai beberapa kali karena selalu salah. Aku ketakutan setengah mati.
Tengkukku merinding bersamaan angin dingin yang berembus dari balik jendela kamar. Ingin menjerit atau menelepon suamiku tapi aku takut bergerak.
Hening.
Sampai beberapa lama dalam ketegangan yang menyiksa, tak kudengar suara apapun lagi. Apa dia sudah pergi?
Setelah yakin tak mendengar suara apapun lagi, aku berjingkat bangun. Lalu meraih telpon seluler di meja samping ranjang. 
Setengah terburu-buru, aku memanggil nomor suamiku. Tak ada jawaban. Dia pasti mematikan nada dering, kebiasaannya setiap kali pergi tidur.
Tapi untunglah rasa takutku sudah jauh berkurang. Kulirik jendela kamar. Tiba-tiba rasa penasaran itu muncul. Lalu entah keberanian dari mana datangnya, aku mengulurkan tangan ke tirai jendela. Lalu menyibaknya sedikit, dan mengintip keluar.
Gelap!
Bahkan tak kulihat lampu teras tetangga seberang. Merinding, aku berbalik dan segera meringkuk di samping bayiku. Lalu memejamkan mata rapat-rapat hingga pagi menjelang.

Pagi harinya, saat aku sedang menjemur pakaian. Ina, tetangga seberang rumahku menyapa.
"Tommy masih tidur, Mbak?" Sapanya. Kulihat dia menenteng seplastik sayuran, mungkin habis dari warung.
"Iya, Mbak. Habis makan dia tidur lagi!" Sahutku sambil tersenyum.
Dia berhenti, wajahnya berubah serius. "Semalam apa ayahnya Tommy ndak tidur di rumah, Mbak?"
Dahiku berkerut. 
"Mas Bayu pulang ke kampungnya kemarin. Jadi semalam saya tidur sendiri. Ada apa, Mbak?"
Dia sedikit ragu, melangkah lebih dekat. "Semalam sekitar jam tiga, saya mengintip keluar dari jendela kamar, Mbak." 
Aku menelan ludah.
"Lam ... lampu terasmu semalem mati ya?"tanyaku memastikan, "semalam saya juga mengintip keluar, gelap."   jaguarqq
"Ndak, Mbak. Lampu teras ndak pernah mati." Dia menggeleng.
Kami berpandangan. Lalu, dia mendekat padaku dan berbisik. 
"Ss ... saat mengintip keluar, saya melihat sosok mirip Bang Jamal berdiri tepat di depan jendela kamarnya Embak. Lama."


JaguarQQ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar